oleh

Radikalisme Agama, Pontren Menjadi “Kambing Hitam”?

Indonesia Bisa dikatakan Negara yang subur bagi para penganut  faham radikalisme, dibuktikan dengan beragam kasus, karena Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam sehingga Pondok Pesantren (Pontren) cenderung menjadi kambing hitam.

LOMBOK TIMUR, Corongrakyat.co.id – Pondok pesantren sering kali mendapat jastifikasi dan menjadi “kambing hitam” tentang fenomena penyebaran radikalisme di Indonesia, hal itu membuat miris bagi semua element masyarakat terutama masyarakat muslim.

Mengantisifasi stigma tersebut, lembaga penelitian dan kajian islam, Kin-D bekerjasama dengan Madani Riset NTB menyelenggarakan dialaog dengan tema “Menguatkan peran Pesantren dalam meningkatkan kerukunan umat beragama di tengah pengaruh ideologi radikalisme di Lombok Timur”.

Acara yang berlangsung di aula BPKKBM NTB pada hari Sabtu (22/08) itu mendatangkan pemateri dari Kementerian Agama, Ketua Syuriah NU Kabupaten Lombok Timur dan Dekan Fakultas Dakwah IAIH NW PANCOR.

Dalam sambutannya, Mukhlis Hasyim, M.Si selaku Direktur Kin-D menyampaikan, bahwa pesantren bukan sarang radikalisme, akan tetapi Pondok Pesantren mendapatkan andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

“Pondok Pesantren mendapatkan andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pondok Pesantren merupakan penyemangat-penyemangat para pejuang dalam kemerdekaan Indonesia,” ujar Mukhlis Hasyim.

Lelaki yang akrab disapa Mukhlis itu  menambahkan, Pesantren juga mampu menciptakan kader-kader dalam pemerintahan di Indonesia.  Keberadaan pesantren dalam mendidik generasi muda terdapat kajian-kajian yang berkaitan dengan ahlak perilaku masyarakat.

Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Pontren Kementerian Agama Kabupaten Lombok Timur,  L. Miftahussurur, S.Ag  saat menyampaikan materi menerangkan, sejak tahun 2000-an dengan adanya kasus bom Bali, bom mariot dengan tersangka merupakan alumni Pontren, Negara barat menuduh bahwa Pontren merupakan sarangnya terorisme.

“Tentu hal ini kita tidak inginkan bersama karena hal yang disangkakan sangat bertolak belakang dengan hal-hal yang diajarkan di Pontren,” tegas Miftahussurur.

Di tambahkanya lagi, berdasarkan hasil dikusi di Surabaya terkait persoalan ini ada beberapa akar masalah, yakni kasus-kasus yang terjadi di Negara dengan penduduk mayoritas Islam sedikit saja menimbulkan perhatian oleh Negara-negara barat, dan sebaliknya ketika Negara non-muslim mengalami kasus atau permasalahan Negara barat tidak terlalu memperhatikannya seperti yang terjadi di Negara zionis Israel dalam membantai Negara Palestina.

Ada juga yang beranggapan, bahwa kurikulum yang ada di Pontren salah, tapi pada kenyataannya hal  yang dituduhkan tersebut tidak sesuai dengan pemikiran-pemikiran mereka bahwa dalam kurikulum terdapat materi-materi yang berbau jihad atau teror. (met)

Komentar

1 komentar

Komentar ditutup.