
Lombok Timur, corongrakyat.co.id – Terkait IPM (Indek Pembangunan Manusia) yang masih jalan ditempat berdasarkan hasil Survey yang dilakukan BPS tahun 2014, NTB tetap menduduki peringkat ke 33 dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, dan itu membuat beberapa pejabat sibuk membela diri bahwa mereka tidaklah separah itu, beberapa kajian yang mereka utarakan bahwa NTB tidaklah begitu parah, urutan ke 33 seakan menjadi hal yang tidak mereka terima.
Safrudin Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Lombok Timur menilai bahwa pejabat di lingkup NTB seakan-akan mencari pembenaran sendiri tentang IPM NTB yang tidak naik-naik, sikap mereka yang ditulis di beberapa media seakan mereka sudah sangat berhasil membawa NTB ini ke kehidupan yang lebih baik. Safrudin justru merasa bahwa memang IPM NTB saat ini memang begitu adanya sesuai dengan fakta yang didapat dari masyarakat oleh BPS, ia mencontohkan di desanya saja angka buta aksara tak pernah tuntas, terbukti dari 40 orang yang mengikuti program KF hanya 4 orang yang bisa membaca dan menulis setelah adanya program tersebut.
“ Jadi saya rasa sangat wajar IPM NTB masih menduduki peringkat ke 33 dari 34 provinsi, karena program-program seperti terhenti, tidak ada kesinambungan, jangan pejabat di NTB seolah-olah menyalahkan BPS,” ujar Safrudin yang juga sebagai Sekretaris PDI Perjuangan Kab Lotim ini. (Selasa,13/01/2015).
Ia juga menambahkan, pejabat di NTB sebaiknya lebih mengoreksi diri dan lebih intens membicarakan ini dengan pihak BPS, dimana BPS melakukan survey dan kriteria apa, tentunya itu yang harus ditanyakan, jangan ketika ada pengumuman BPS lalu mereka ramai-ramai membela diri, bahkan mengkritisi BPS melakukan kesalahan dalam mengolah data atau metode survey yang salah.
“Perlu diingat, BPS bukan kali ini saja melakukan Survey, jadi kredibilitas mereka kita sudah akui. Sebagai orang yang mengusung TGB menjadi Gubernur untu kedua kalinya, saya sangat kecewa dan menyesal karena janji TGB dulu membawa IPM NTB naik keurutan yang lebih baik, tetapi ternyata hanya jalan di tempat saja,” tegas Safrudin.
Dalam diskusi akhir tahun Partai Demokrat yang diadakan rutin oleh partai besutan SBY ini, dikatakan oleh Kepala BPS NTB Wahyuddin bahwa proses penilaian IPM NTB dilakukan selama tiga tahun. Namun belakangan, tepatnya pada tahun 2004 hitungan BPS untuk IPM dilaksanakan satu tahun sekali.
Penilaian IPM tersebut menurut Wahyudin ada tiga indikator, baik kesehatan denagan variable usia harapan hidup, pendidikan dengan angka melek huruf usia 15 tahun ketas, serta angka lama sekolah. Dia mencontohkan bagaimana program pemerintah NTB terutama Adono (angka drof out nol), Absano (Angka Buta Aksara Nol) tidak tepat sasaran. Dalam pendataannya angka buta aksara di NTB dengan sample di Lombok Tengah dan Lombok Utara masih tinggi, bahkan 64 persen buta aksara tidak pernah ikut program keaksaaran fungsional. Menurutnya, 40 persen yang pernah ikut program KF kembali lagi buta aksara. (cr-mj)