oleh

Pro-Kontra Kebijakan Terkait Lobster, Permen-KP 12 Dianggap Sejahterakan Nelayan

Lembaga Kajian Kebijakan dan Transparansi (LK2TI) Lotim melangsungkan forum diskusi dengan tajuk “Permen-KP 56 Tahun 2016 Vs Permen-KP 12 Tahun 2020 menguntungkan siapa.

LOMBOK TIMUR, Corongrakyat.co.id- Acara yang dimoderatori oleh Direktur LK2TI, Karomy, M.Pd., dihadiri oleh kalangan mahasiswa, dan para aktivis. Adapun acara diskusi ini dilaksakan di Queen Coffee and Resto yang berlokasi di Kompleks PTC Pancor itu, Jum’at (17/07/2020).

Kegiatan diskusi itu sendiri diisi oleh beberapa narasumber yang refresentatif, terkait dengan tema diskusi, yakni antaranya Pembina Lombok Lobster Asocation, Mahnan Rasuli, perwakilan
nelayan penangkap lobster, Nasrullah, Kadis KKP Lotim, Hariadi Surannggana, praktisi hukum Deny Rahman, S.H.

Mahnan Rasuli selaku Pembina Lombok Lobster Asocation dalam kesempatan itu menyatakan terkait penilaian baik dan buruknya perbandingan dari kedua Permen-KP itu bisa dilihat dari dampak yang ditimbulkan, utamanya terkait dengan sosial, politik dan ekonomi masyarakat.

“Baik dan buruknya Permen ini dilihat dari aksi dan reaksi yang ditimbulkan, saya ingat waktu dikeluarkan Permen 56, nelayan lakukan aksi protes besar-besaran, dan berbeda dengan Permen 12,” tukasnya.

Imbuhnya dalam regulasi negara, semestinya harus memuat dan menguntungkan tiga hal utama, yakni rakyat, negara dan lingkungan dan apabila salah satu dari tiga unsur utama itu tidak terealisasi, maka regulasi tersebut adalah produk hukum yang cacat.

“Logika berfikir saya, soal Permen ini bukan rasa, tapi seharusnya ada tiga simbol yang harus diuntungkan, yakni rakyat, negara dan lingkungan, kalau salah satu dari itu tidak bisa, maka Permen itu cacat dan saya rasa untuk Permen 12 rohnya sangat baik bagi nelayan,” jelasnya.

Senada dengan apa yang disampaikannya oleh Mahnan, perwakilan nelayan penangkap lobster, Nasrullah menganggap Permen-KP 56 era Susi Pudjiastuti berdampak negatif bagi nelayan dan mengapresiasi Permen-KP 12 era Edhi Prabowo.

“Permen Nomor 56 jelas tidak menguntungkan nelayan, yang saya tanyakan siapa yang diuntungkan, berbeda dengan Permen 12 Tahun 2020, jelas menguntungkan nelayan, karena sifatnya pemberdayaan,” tuturnya.

Tapi menurutnya, nelayan berharap agar nelayan tidak terikat secara kuat oleh asosiasi perusahaan, tapi diberikan ruang untuk memberdayakan BUMDes dan Dana Desa.

“Kami juga bisa berperan, tidak perlu harus lewat perusahaan, kan kita punya BUMDes, dan Dana Desa,” katanya ringkas.

Atas hal itu, Kadis KKP Lotim yang ditanyakan tentang kewenangan pihaknya menyikapi persoalan di tengah masyarakat nelayan, menjelaskan langkah yang telah dilakukan pihaknya.

“Jadi kita Dinas KKP kabupaten hanya bisa menerbitkan SKAB, kami juga berperan melakukan verifikasi, seperti contoh data kami nelayan penangkap lobster jumlahnya empat ratusan nelayan, tapi membengkak menjadi sembilan ribu, karena terjadi satu nelayan bisa masuk sampai lima perusahaan, kami verifikasi itu,” tegasnya.

Selain itu, dirinya juga menegaskan, jika upaya lain yang akan dilakukan oleh pihaknya adalah melakukan penambahan kuota tangkapan.

“Setiap nelayan hanya punya kuota 1500 benih per tahun, sehingga kita anggap itu sangat sedikit dan kita ajukan agar ada penambahan,” ulasnya.

Dilihat dari perspektif hukum, terkait dengan plus minus dari kedua Permen-KP dari dua menteri berbeda itu, diulas ringkas oleh Deny Rahman.

“Sederhana saja, dalam Permen 56 yang dilarang itu adalah eskportir, dan penjualan untuk budidaya, sehingga yang terkesan itu yang dilarang adalah penangkapan, hanya ini kelemahannya dalam praktik, sehingga sangat rentan nelayan dikriminalisasi, sementara di Permen 12 semua itu teranulir karena keran ekspornya terbuka,” pungkasnya. (Cr-Pin)