
Lombok Timur, corongrakyat.co.id – Permintaan mundur oleh H. Tahmid Asry Kadis Dukcapil Kabupaten Lombok Timur dikarenakan adanya temuan atau tertangkap tangannya salah seoarang staf yang bertugas kala itu, kejadian itu membuat 41 orang yang terdiri dari tenaga honorer dan kasi yang harus diberhentikan, sedangkan honorer sebanyak 24 orang harus berhenti, sedangkan salah seorang yang ditemukan menerima uang masih ditempatkan di kantor camat Labuhan haji, konon dikarenakan ada kaitannya dengan Sekda Lombok timur , kejadian tersebut banyak banyak dikomentari oleh pejabat di Lombok Timur, salah satunya ketua DPRD Lotim H.Syamsul Rijal ST yang menyanyangkan mundurnya kadis Dukcapil dikaitkan dengan rekrutmen dan profesionalisme.
Pernyataan-pernyataan tersebut mendapat tanggapan dari H.Tahmid Asry , yang saat ini pengunduran dirinya masih dalam proses oleh BKD Lombok Timur, H. Tahmid Asry dalam pesan singkatnya kepada corongrakyat.co.id mengatakan bahwa pernyataan ketua DPRD Lombok Timur tersebut sangatlah ideal. Ia mengatakan bahwa pengunduran dirinya dari jabatan Kadis Dukcapil sederhana saja , hal itu tidak lebih dari pada pertanggungjawaban moral terhadap sebuah harga diri dari institusi dan adanya pelanggaran etika birokrasi , pengelolaan birokrasi.
“Pengelolaan birokrasi masih sangat jauh dari kata professional, tidak ada PNS yang tidak bisa mengerjakan tugasnyasesuai tupoksi, asalkan mau belajar, karena semua ada juklak juknisnya,” jelasnya.
Mengenai rekrutmen terbuka H.Tahmid Asry mengatakan bahwa itu tidak menjamin akan menghasilkan pejabat professional, selama intervensi internal dan eksternal masih kental yang syarat dengan kepentingan , Netralitas PNS didaerah tetap akan menjadi semu selama Pembina kepegawaiannya adalah kepala daerah atau Sekda, kecuali Undang Undang ASN diberlakukan dengan konsekwen, ada komisi ASN dan badan kehormatan ASN dan tentunya keduanya independen.
Tahmid asry juga sepertnya menyesalkan terjadinya kejadian tersebut, karena ia yang baru beberapa bulan bertugas di Dinas Dukcapil dan sedang merubah setahap demi setahap, tetapi justru dari pihak atasannya terlalu cepat mengadakan sweefing. Menurutnya , Indikator kegagalan atau keberhasilan tidak bisa diukur kalau baru bekerja 2 bulan 7 hari, keberhasilan kerja baru bisa diukur paling cepat 6 bulan, idealnya satu tahun , oleh karena itu selama PNS itu bekerja terpaku dengan juklak juknis tanpa berani berinovasi.
“ Nonsen bisa professional apalagi bekerja dibawah tekanan, pasti hasilnya juga mengecewakan atau sekedar mengugurkan kewajiban, yang jelas akan sulit kita dapatkan sekarang pejabat atau politikus yang satu kata dengan perbuatan, profesionalisme birokrasi hanya ilusi yang masih dalam angan-angan’ sulit diwujudkan dalam kenyataan,” pungkas H. Tahmid asry.(cr-mj)