Lotim- Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia (Kemendes PDTT RI) kembali menegaskan larangan keras kepada seluruh kepala desa (Kades) dan perangkat desa di Indonesia untuk tidak melakukan pungutan liar dalam pelayanan administrasi desa, khususnya dalam penerbitan Surat Keterangan Jual Beli Tanah.

Penegasan ini merujuk pada Pasal 22 Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa, yang dengan jelas mengatur:
Pasal 22 ayat (1): “Desa dilarang melakukan pungutan atas jasa layanan administrasi yang diberikan kepada masyarakat desa.”

Pasal 22 ayat (2): Layanan administrasi yang dimaksud mencakup Surat Pengantar, Surat Rekomendasi, dan Surat Keterangan, termasuk Surat Keterangan Jual Beli Tanah.
Kemendes PDTT RI mengingatkan bahwa praktik pungutan liar dalam pelayanan administrasi desa adalah pelanggaran hukum. Aparat desa yang terbukti melakukan pungli akan dikenakan sanksi administratif hingga pidana, bahkan dapat dijerat dengan tindak pidana korupsi.
Pungutan yang Diperbolehkan Desa
Kemendes PDTT RI juga menjelaskan, desa diperkenankan melakukan pungutan, namun hanya pada jasa usaha desa sebagaimana diatur dalam Pasal 23. Pungutan tersebut diperbolehkan untuk unit usaha seperti pemandian umum, wisata desa, pasar desa, tambatan perahu, karamba ikan, dan pelelangan ikan, bukan untuk layanan administrasi kepada warga.
Masyarakat Didorong Berani Melapor
Kemendes PDTT RI mendorong masyarakat untuk aktif melaporkan jika menemukan praktik pungli yang dilakukan oleh kepala desa atau perangkat desa. Laporan bisa disampaikan kepada pemerintah daerah maupun melalui kanal pengaduan resmi Kemendes PDTT RI.
“Masyarakat berhak atas pelayanan administrasi desa secara gratis. Jangan segan melapor jika terjadi pungli,” tegas perwakilan Kemendes PDTT RI.
Komitmen Pemerintah: Mewujudkan Desa Bebas Pungli
Pemerintah pusat berkomitmen untuk mendorong pemerintahan desa yang bersih dan akuntabel. Kepala desa di seluruh Indonesia diingatkan untuk menaati peraturan dan tidak membebani masyarakat desa dengan pungutan liar yang bertentangan dengan hukum.
“Jika ada kepala desa yang melanggar, sanksi tegas akan kami rekomendasikan,” tambahnya.
Analis Regulasi Desa: Banyak Desa Masih Salah Paham soal Aturan Ini
Analis Regulasi Desa dari Media Corong Rakyat, Hadit Asrori Zulkurnain, menyatakan bahwa masyarakat perlu diedukasi tentang peraturan desa terkait larangan pungutan administrasi ini. Ia mengungkapkan, berdasarkan hasil sampling di 17 desa di Kabupaten Lombok Timur, masih banyak pemerintah desa yang menerapkan pungutan dalam pengurusan surat keterangan jual beli tanah.
“Bahkan, praktik itu mereka masukkan dalam Peraturan Desa (Perdes) tentang pungutan desa. Tak ayal lagi, Raperdes tersebut disahkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD),” ungkap Hadit.
Menurutnya, kasus pungutan liar untuk pengurusan surat jual beli tanah ini sudah dianggap biasa oleh masyarakat desa.
“Gampang kalau mau kroscek, tanya saja ke masyarakat desa berapa biaya pembuatan surat jual beli tanah. Pasti jawabannya ada yang mengatakan 1 sampai 2 persen dari luas tanah yang dibeli atau dijual,” tegas Hadit.
Ia berharap, pemerintah daerah maupun pusat lebih gencar melakukan sosialisasi dan edukasi, agar pemahaman masyarakat dan aparatur desa terhadap aturan ini semakin baik, sehingga praktik pungli benar-benar bisa dihilangkan.
Dikutip dari Detik.com dengan Judul Pungli Jual Beli Akte Tanah, Kades Puwakarta Jadi Tersangka
Kasus Kades Karya Mekar di Purwakarta, Contoh Nyata Bahaya Pungli di Desa
Sebagai bukti nyata praktik pungutan liar di tingkat desa, terjadi kasus di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Kepala Desa Karya Mekar, Kecamatan Cibatu, bernama Nardi (35), ditetapkan sebagai tersangka pungli akta jual beli tanah setelah tertangkap tangan oleh Polres Purwakarta dalam operasi tangkap tangan (OTT).
Dalam kasus tersebut, Nardi meminta Rp 1,6 juta kepada warga sebagai syarat menandatangani akta jual beli tanah sawah di Kampung Cikida, Desa Karya Mekar. Sebelumnya, ia bahkan meminta satu truk pasir kepada pemohon akta. Meskipun berdalih bahwa itu adalah retribusi untuk pembangunan desa, nominal pungutan jauh melebihi ketentuan resmi yang hanya 1% dari nilai transaksi.
Atas perbuatannya, Nardi dijerat Pasal 12 huruf e, Pasal 5 ayat 2, dan/atau Pasal 11 jo Pasal 12A UU RI No. 31/1999 jo UU RI No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia terancam hukuman minimal 3 tahun penjara.
Kasatreskrim Polres Purwakarta AKP Agta Bhuwana menyatakan, “Tersangka sudah kami monitoring satu bulan terakhir. Sebenarnya sebelum OTT itu, sudah ada yang melapor ke SMS Center Bupati. Dia sudah ditegur, tapi tetap melakukan pungli.” || Bilhadi