oleh

Islam, Pancasila dan Nahdlatul Wathan

KASUS AHOK dalam kasus penodaan agama menyita banyak perhatian sampai terjadinya polarisasi anti Islam dan anti Bhineka Tungga Ika; merebaknya informasi di tengah era keterbukaan informasi dan serangan ideologi ektrem kanan dan ekstrem kiri di negeri ini yang berujung pada pelemahan Pancasila; Bahkan, dua bom bunuh diri di Halte Bus Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur (24/5/2017) yang menyebabkan dua orang pelaku meninggal seketika, tiga orang polisi gugur dan enam orang polisi terluka serta beberpa orang sipil terluka.

Semua peristiwa-peristiwa ini mencerminkan bahwa masyarakat tidak adanya  nilai-nilai yang dipegang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai pedoman dan dasar Negara seharusnya memberikan keadilan, persamaan di hadapan hukum, dan saling menghargai dalam memberikan rasa keamanan, ketentraman, kesejahteraan bagi warga masyarakatnya. Bahkan semua peristiwa ini, menggambarkan tidak adanya nilai-nilai Pancasila lagi yang tertanam dalam warga Negara serta disinyalir menghilang dari tanah pertiwi ini.

Untuk itu, perlunya menghidupkan kembali atau merevitalisasikan Pancasila dalam kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara.

Konsep Murni

Pancasila adalah konsep murni bangsa ini yang digali dari sosio-historis dan pengalaman bangsa. Pancasila bersal dari bahasa Sansekerta yang berarti lima batu karang atau lima prinsip dasar moral. Pancasila terdapat dalam kitab Negarakertagam, sejarah kerajaan Hindu Majapahit (1296-1478) yang ditulis oleh Empu Prapanca, seorang penulis dan penyair istana. Sukarno mengambil tema term ini, kemudian memasukkan makna dan isinya yang baru. Menurut M. Yamin, Pancasila adalah hasil galian yang mendalam dari jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Bahkan Soekarno menggalinya jauh sebelum Islam datang.

Pancasila adalah refleksi kontemplasi dari sosio-historis bangsa Indonesia, yang kemudian Soekarno merumuskannya dalam lima dasar. Yaitu kebangsaan Indonesia, Internsinalisme atau Pri-kemanusianmufakat atau demokrasi, kesejahteraan Sosial dan ketuhanan –sebelum dalam revisi. Sehingga kalau diperas menjadi satu sila, yaitu menjadi gotong-royong yang menghilangkan ketuhanan (Ahmad Syafi’I Maarif; 2006: 146).

Semua dasar Pancasila adalah gotong-royong artinya ketuhanan harus berjiwa bergotong-royong. Yaitu ketuhananan dalam arti kebudayaan dan toleran. Bukan ketuhanan yang saling mengecam dan menyerang. Internasionalisme atau pra-kemanusian yang berjiwa gotong-royong artinya kemanusian yang berprikemanusian dan berprikeadilan. Bukan internasionalisme yang menjajah dan mengeksploitasi. Kebangsaan yang berjiwa gotong-royong adalah mengembangkan persatuan dari berbagai perbedaan, bhineka tunggal ika. Bukan meniadakan persatuan dan perbedaan. Musyawarah yang berjiwa gotong-royong, yaitu mengembangkan musyawarah untuk mufakat, bukan demokrasi yang didekte oleh suara mayoritas atau minoritas elit pemiliki modal-kapital. Kejesahteraan berjiwa gotong-royong, yaitu mengembangkan partisipasi dan emansipasi di bidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan. Bukan kesejahteraan individualism-kapitalisme (Kompas, Opini 2011).

Pada masa orde Baru, Pancasila ditekankan tidak hanya dalam ucapan melainkan juga dalam perbuatan. Maka, dibuatlah team yang merancang  dan mengendalikan makna Pancalisa. Ramlan Abdulgani adalah seorang yang ditunjuk sebagai ketua team yang pada zaman Soekarno sebagai juru bicara tentang kebijaksanaan dan pengalaman ajaran Soekarno. Untuk itu, ia diberi gelar jubir Usman (Jurubicara Usdek Manipol, Undang-Undang Dasar 1945, Ekonomi Indonesia, Manifesto Politik dan serangkaian ajaran Soekarno).

Dibuatlah penataran pengalaman dan penghayatan Pancasila (P4) yang dibuat dari tingkat pegawai hingga kalangan bawah dengan dana yang cukup besar. Bahkan kalangan pengusaha pun dengan biaya sendiri membuat penataran P4 tersebut.

Pancasila, Islam dan Nahdlatul Wathan

Sebuah ideologi atau falsafah hidup akan berkembang dan hidup berdampingan karena kondisi dan situasinya yang memungkinkan.

Pada puluhan tahun yang lalu, komunisme berkembang dengan cepat dan menyebar di masyarakat kita karena kondisinya pada waktu itu melihat komunisme sebagai harapan dan pengganti keadaan. Sehingga pada zaman dahulu, banyak kita jumpai tokoh-tokoh komunis yang Islam bahkan sudah berhaji. Ketika Syahrir dibuang ke Digul, ia heran melihat bahwa di Digul yang disebut oleh Belanda dengan komunis adalah orang-orang yang taat beragama. Sehingga pemberontakan PKI pada 1926 yang terjadi di Minangkabau dan Banten adalah daerah yang dikenal kuat dan kental keislamannya. Karena didua daerah tersebut mengartikan komunisme adalah sebagai perlawanan terhadap kolonialisme Belanda bukan anti Tuhan.

Begitu juga masyarakat kita sudah sejak lahir menggunakan falsafah agama (baca: Islam) dalam kehidupannya sehari-hari. Ada semacam ikatan batin yang menghubungkannya ketika masyarakat kita berhadapan dengan agama ini. Sehingga secara tidak langsung bersesuaian dengan dokrtin ajaran agama itu. Masalah pembatasan harta, membantu fakir miskin, persamaan dan keadilan dan lain-lannya akan segera terasa  dan mantap yang telah terpupuk pada diri masyarakat selama hayatnya (Deliar Noer; 1983:92).

Nahdlatul Wathan dalam praktik kehidupan keberilasaman dan kebangsaan, sebagaiman dipraktikkan oleh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, dengan mengajarkan kita tentang integasi Islam dan kebagsaan. Membangun Islam dan negara-bangsa Indonesia secara simultan, membangun agama sekaligus juga membangun negara-bangsa Indonesia, begitu juga sebaliknya. Karana itu, sikap final TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid terdapat dasar negara, Pancasila tidaklah diragukan, ini ditunjukkan dalam Wasiat Renungan Masa :

44.

Negara kita berpancasila

Berketuhanan Yang Maha Esa

Umat Islam paling setia

Tegakkan sila yang paling utama.

68.

Hidupkan iman hidupkan taqwa

Agar hiduplah semua jiwa

Cinta teguh pada agama

Cinta kokoh pada negara

Oleh karena itu, katika Pancasila dikaitkan dengan Islam, pada dasarnya tidak ada pertentangan apapun. Misalnya Muhammad Natsir, tokoh Islam dari Partai Masyumi, pernah mengemukakan dua kali dalam pidatonya. Pertama, pada tahun 1952 di Karachi, yang mengatakan ajaran Pancasila sesuai dengan ajaran al-Qu’an. Pancasila sesuai dengna Islam. Kedua, pada tahun 1954 pada peringatan Nuzulul Qur’an, mengatakan Pancasila tidak mungkin berlawanan dengan Islam (Deliar Noer; 1983:110). Begitu juga NW, organisasi Islam terbesar di Nusa Tenggara Barat merupakan organisasi Islam yang juga mengakui Pancasila  sebagai dasar Negara. Karena memang tidak ada pertentangan  dengan Islam.

Oleh kerenanya, Pancasila sebagai dasar Negara adalah harga mati dan tidak mengakui selain Pancasila sebagai dasar Negara. Karena tidak ada masalah antara Islam dengan Pancasila. Wallahu ‘alam bisswab.

Penulis: Muh. Samsul Anwar, M.A., Ketua Lembaga Kajian Islam dan Kebangsaan (LKIK NW)