oleh

Catatan Perpu Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pilkada Serentak Tahap Dua: Kepastian yang Belum Final

KEPASTIAN-KEPASTIAN yang termuat di setiap pasal dalam Perpu Nomor 2 tahun 2020 tetang tahapan pelaksanaan pilkada serentak tahap dua memang tidak ada yg terlalu mengejutkan, karena beberapa isi pasal yang paling substansi dalam pasal tersebut memuat ketentuan yang sudah memang banyak diketahui publik sebelumnya, misalkan terkait pelaksanaan pilkada tahap dua yg semula bisa direncanakan dengan tiga opsi, bulan September, Desember atau bahkan awal-awal bulan tahun berikutnya, tergantung kondisi pandemi Covid-19.

Perpu yang diterbitkan Presiden kali ini bersifat hanya memastikan secara aspek waktu penyelenggaraan tetapi tidak memberikan kepastian final terkait waktu tersebut, masih dibuka peluang untuk diundur jika kondisi belum memungkinkan. Kondisi semacam ini tentu akan sedikit merepotkan dari sisi teknis persiapan penyelengaraan oleh KPU maupun Bawaslu, begitu juga dari sisi penganggaran dana Pilkada oleh daerah, semua bisa direpotkan dengan kondisi yang belum sepenuhnya final ini, itu catatan pertama.

Catatan kedua, yang berpotensi menimbulkan polemik dan dinamika serius jika tidak dilakukan dengan baik dan penuh kehati-hatian adalah terkait ketentuan Pasal 122 A ayat 3, yang mengatur mengenai tata cara dan waktu tanggal pelaksanaan pemilihan serentak yang diatur lebih lanjut melalui Peraturan KPU. Kewenangan yang dimiliki oleh KPU dalam hal membuat peraturan teknis terkait metode, model, dan waktu pelaksanaan pilkada dengan kondisi pandemi Covid-19 yang tentu sangat berbeda dengan kondisi normal, akan menyebabkan peraturan teknis tersebut rawan digugat oleh para pihak yang merasa dirugikan.

Oleh sebab itu, disini KPU harus betul hati-hati dan komprehensif dalam membuat peraturan tersebut. Apalagi titik paling rawan dalam pilkada tersebut berada pada ranah yang akan diatur itu, seperti model tahapan  kampanye, tata cara pengambilan suara, metode perhitungan, dan seterusnya. Ini harus betul-betul jelas, jangan sampai ada celah pasal yg menimbulkan makna yang multitafsir.

Catatan ketiga, yang sangat mendasar juga saya kira terkait Pasal 201 A ayat 2 dan 3 yang menyebutkan dengan pasti bahwa pelaksanaan pilkada tahap dua ini dilakukan pada Desember tahun ini, tetapi juga memberikan ruang ketetapan untuk dapat ditunda kembali jika bencana non alam Covid-19 ini belum dinyatakan usai oleh pemerintah. Pada titik ini kemudian, bisa kita anggap sudah pasti tapi belum final. Namun bagaimanpun itu, ketentuan ini sangat kita apresiasi sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk tetap serius memikirkan kelanjutan proses birokratisasi di hampir 270 daerah yang akan menyelenggarakan pilkada serentak tahap dua seluruh Indonesia.

Keempat, saya kira yang penting untuk digaris bawahi juga, yakni mempertegas terkiat tahapan kampanye nanti, KPU dalam hal ini harus mampu memberikan timing waktu yang betul-betul proporsional, mengakomodir kepentingan bersama antara calon kepala daerah, parpol dan masyarakat. Artinya dengan mempertimbangkan pandemi Covid-19 ini, KPU harus jeli membuat setiap tanggal tahapan tersebut, berikut dengan opsi-opsi terburuk jika kemudian ditunda lagi, maka KPU harus jelas mengatur, mengontrol dengan detail semua proses itu, sehingga dapat meminimalisir kerugian-kerugian yang timbul, baik materil maupun non materil yang akan dialami oleh calon kepala daerah. Namun disisi lain juga, KPU harus berani tegas dan memberi hukuman pasti jika ada yang melanggar dengan berbagai modus dan motif ditengah Covid-19 ini, entah itu kampanye terselubung atau bentuk pelanggaran lainnya.

Ihsan Hamid, MA.Pol. Dosen Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram