Bupati dan Kepala BPKAD Silang Pendapat Soal Sumber Siltap Stafsus? Dewan Meradang

 

LOMBOK TIMUR – Bupati Lombok Timur, H Haerul Warisin memberikan jawaban perihal sumber penghasilan tetap (Siltap)  delapan Staf Khusus (Stafsus) Bupati yang baru saja dikukuhkan.

Pastinya kata dia, para Stafsus itu tidak akan menerima Siltap dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Melainkan akan diberikan Siltap melalui  dana Jasa Ahli Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur.

“Jadi untuk gaji Stafsus ini tidak dari APBD, melainkan dari Dana Jasa Ahli Bupati dan Wakil Bupati,” katanya. Kamis (10/04/2025)

Ditanyakan terkait dengan nomenklatur dan mata anggaran penggajian yang akan diambilkan melalui Dana Jasa Ahli Bupati dan Wakil Bupati, dia memberikan jawaban diplomatis, jika apa yang telah ditetapkan itu sudah ada notulensi di Sekretaris Daerah (Sekda) Juani Taofik.

“Silahkan tanyakan ke Pak Sekda, sudah ada notulensinya di sana,” katanya singkat seusai acara pengukuhan para Stafsus.

Padahal, pada rapat dengan Komisi III DPRD Lombok Timur, Kepala BPKAD Lombok Timur, H Hasni setelah mendapat cecaran dari anggota DPRD, memberikan jawaban gamblang perihal sumber Siltap dan besaran Siltap dari para Stafsus.

Dijelaskan Hasni pada kesempatan itu, Siltap para Stafsus telah disiapkan sebesar Rp900 juta di APBD Lombok Timur tahun 2025 untuk menggaji total 15 Stafsus.

“Sudah disiapkan dana Rp900 juta, dengan besaran Rp4,5 juta/bulan untuk setiap Stafsus ,” kata Hasni di hadapan anggota Komisi 3 DPRD Lombok Timur.

Lebih jauh, Hasni mengatakan jika pengangkatan Stafsus sesuai peraturan diperbolehkan, sebab kata Hasni yang dilarang oleh pemerintah pusat adalah pengangkatan honorer.

“Stafsus kan bukan honorer, jadi boleh diangkat oleh Bupati,” ujarnya.

Sebelum memberikan jawaban itu, Hasni sempat dicecar oleh Ketua Komisi III DPRD Lombok Timur, Amrul Jihadi.

Kata legislator dari Dapil Lombok Timur 3 itu, pengangkatan Stafsus melabrak perintah dari Presiden Prabowo soal efisiensi tata kelola keuangan daerah.

“Jadi mana makna efisiensi itu, secara jelas Presiden perintahkan ke semua pemerintah daerah untuk tidak mengangkat Stafsus. Tapi kita mengangkat, dianggarkan pula Rp900 juta dari APBD,” ungkapnya pada media.

“Kita tahu, Kepala BKN dan Mendagri di beberapa kesempatan dengan tegas melarang kepala daerah untuk mengangkat Stafsus ini, dan kalau diangkat akan ada sanksi bagi pemerintah daerah. Jadi kami minta hal itu harus ditaati, karena kita bernegara ini ada hierarki kekuasaan dan peraturan,” tegasnya.

“Jadi wajib hukumnya kekuasaan dan peraturan di bawah itu mengikuti dan tunduk dengan yang diatasnya,” imbuh Amrul.

Lebih jauh, dia menyoroti terkait merit sistem yang kerap dilontarkan oleh Bupati dan Wakil Bupati. Kata dia, tugas dan fungsi dari Stafsus sejatinya cukup dijalankan oleh Kepala OPD dan perangkatnya.

“Apa iya kita tidak percaya dengan kerja-kerja Kepala OPD, para Kabid dan Kasi di semua OPD itu, sehingga Bupati perlu mengangkat Stafsus? Mereka (Kepala OPD, red) ditempatkan di sana tentu karena dasar kecakapan dan karena mereka bisa, sehingga negara memberikan mereka Siltap dan pembagian fungsi kewenangan,” paparnya.

“Jadi sebenarnya kita harus tertib beradministrasi dan berhukum. Bukan sebaliknya,” tandas Ketua Fraksi Partai Demokrat itu. (**)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *