CERI Desak Kejagung Jerat Wilmar Group dengan Pasal Tindak Pidana Korporasi

Halmahera Timur – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) menjerat Wilmar Group dengan pasal tindak pidana korporasi. Permintaan ini disampaikan menyusul penetapan Muhammad Syafei (MSY), Head of Social Security Legal Wilmar Group, sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada hakim dengan nilai mencapai Rp60 miliar.

Produk Wilmar Group.|| Sumber Foto Website Wilmar Group

“Kami menduga MSY ini sudah sering melakukan praktik suap untuk mengamankan berbagai persoalan hukum yang dihadapi perusahaannya. Salah satu buktinya terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI terkait kasus penyerobotan lahan oleh anak usaha Wilmar di Kalimantan Barat,” ujar Yusri, Senin (21/4/2025), di Kecamatan Wasile, Halmahera Timur, Maluku Utara.

Baca : Aparat Penegak Hukum Diminta Selidiki Kerja Sama KAI Logistik dengan SLS Milik Tan Paulin

Dalam RDPU tersebut, ungkap Yusri, seorang kolonel purnawirawan TNI bernama I Wayan Aditya, yang menjadi kuasa hukum korban penyerobotan lahan, menyampaikan bahwa MSY pernah menawarkan suap sebesar Rp15 miliar agar ia menghentikan perjuangan membela hak para korban. Pertemuan itu terjadi pada Oktober 2023 di TIS Square, Tebet, Jakarta Selatan. Tawaran tersebut kemudian dinaikkan menjadi Rp20 miliar setelah Wayan menolak.

“Pak Wayan bahkan sempat menggebrak meja dan menolak mentah-mentah tawaran itu,” tutur Yusri.

Yusri juga menambahkan, berdasarkan pernyataan Wayan dalam forum yang sama, seorang tenaga IT berinisial Mr. G yang pernah diperbantukan di KPK dan dikenal memiliki kedekatan dengan Presiden Joko Widodo, juga diduga menerima suap sebesar Rp17 miliar dari MSY. Mr. G awalnya membantu korban pada tahun 2016, namun kemudian menghilang usai diduga menerima suap tersebut.

“Bayangkan, satu kasus penyerobotan lahan saja sudah berlangsung selama 23 tahun. Para korban sudah mengadu ke mana-mana, bahkan sampai ke Presiden. Namun Wilmar tetap tak bergeming. Kami mulai curiga, jangan-jangan ini karena kelihaian MSY dalam memainkan peran kotor itu,” kata Yusri.

Atas dasar itulah, CERI mendesak Kejagung untuk mencermati lebih dalam peran MSY dalam setiap persoalan hukum yang menyeret Wilmar Group dan anak usahanya. “Kalau nilai suap cuma satu atau dua juta, mungkin bisa dibilang inisiatif pribadi MSY. Tapi kalau sudah puluhan miliar, sangat mungkin ini merupakan bagian dari kebijakan sistematis perusahaan,” tegas Yusri.

Sementara itu, dalam unggahan di kanal YouTube Kejaksaan Agung RI, dijelaskan bahwa Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) pada Sabtu, 12 April 2025, telah menggeledah tiga lokasi di Jepara, Sukabumi, dan Jakarta. Penggeledahan ini berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dari penggeledahan itu, penyidik menyita sejumlah barang bukti, antara lain:

1. 40 lembar uang SGD 100 dan 125 lembar USD 100 dari rumah tersangka MAN di Tegal, Jawa Tengah.

2. Uang SGD 100 (10 lembar) dan SGD 50 (74 lembar) dari rumah tersangka AR di Jakarta Timur.

3. 3 unit mobil (1 Toyota Land Cruiser dan 2 Land Rover), 21 unit sepeda motor, serta 7 unit sepeda dari rumah AR.

4. Uang tunai USD 36.000 dan 1 unit mobil Fortuner dari rumah Sdr. AM di Jepara.

5. Uang SGD 4.700 dari kantor tersangka MS.

6. Uang tunai Rp616.230.000 dari rumah Sdr. ASB.

Penyidik juga memeriksa sejumlah pihak, termasuk hakim PN Jakarta Pusat (DJU, ABS, AL), staf legal PT Daya Labuhan Indah Group Wilmar (DAK dan LK), serta karyawan Indah Kusuma (AH dan TH). || Wan