oleh

Keberpihakan Anggaran Jadi Batu Sandung Terbentuknya Komunitas Tangguh Bencana

Konsepsi NTB fasilitasi dialog publik terkait langkah bersama membentuk komunitas tangguh bencana. Kegiatan itu sendiri dihadiri oleh seluruh pihak terkait, baik dari unsur formal dan informal. Diketahui untuk membentuk komunitas yang tangguh, mesti didukung oleh semua sektor, yang disertai dengan partisipasi dan keberpihakan, baik dari segi program dan politik anggaran bagi masyarakat di daerah yang potensial terjadi bencana.

LOMBOK TIMUR, Corongrakyat.co.id- Konsorsium untuk Studi dan Pengembangan Partisipasi (Konsepsi) NTB fasilitasi dialog yang mengusung tema public private people partnership (P4) dalam membangun ketangguhan masyarakat dan pelaku UMKM dalam menghadapi bencana dan perubahan iklim.

Kegiatan dialog itu dibuka langsung oleh Direktur Konsepsi NTB, Dr. Moh. Taqiudin, di mana kegiatan itu dihadiri pula oleh pejabat terkait, di Lingkup Pemda Lombok Timur seperti Kepala Pelaksana BPBD, Kepala Dinas Pariwisata, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM dan pejabat yang mewakili Kepala Dinas PMPTSP dan Bappeda Lombok Timur.

Selain dari unsur itu, hadir juga menjadi peserta dialog, akademisi Universitas Gunung Rinjani (UGR) para pelaku UMKM dari dari Desa Sembalun Bumbung dan Sembalun Lawang serta desa lainnya yang dianggap rentan mengalami bencana, di mana sebagian besar merupakan binaan dari Konsepsi NTB sendiri.

Manager Program ICDRC Konsepsi NTB, Nasri dalam kesempatan itu menuturkan kegiatan itu penting dilakukan, karena Lombok Timur secara umum merupakan daerah yang memiliki potensi bencana yang tinggi. Sementara di sisi lain, ditegaskan dia, jika hal itu tidak diimbangi oleh ketangguhan masyarakat dan pelaku UMKM yang mempuni dalam menghadapi situasi darurat bencana.

“Lombok Timur adalah daerah rawan bencana. Sementara hal itu tidak diimbangi ketangguhan masyarakat kita dalam menghadapi itu. Kita harus waspada,” kata dia di sela acara, Kamis (29/04/2021).

Masih kata Nasri, hal yang dia katakan itu riil adanya, karena berdasarkan riset yang dilakukan pihaknya (Konsepsi NTB, red) bersama Oxfam, di mana hasilnya menyatakan jika masyarakat dan pelaku UMKM di daerah bencana Lombok Timur tidak tangguh menghadapi bencana.

“Pada saat pasca gempa 2018, pelaku UMKM dan home industry di Sembalun Bumbung dan Sembalun Lawang itu tidak beraktivitas 6 bulan dan usahanya macet,” imbuh dia sembari mengatakan hal itu menjadi alasan kuat kegiatan ini harus dilakukan.

Lanjut dia, dalam menghadapi dan menjalani situasi krisis pasca bencana, hampir mustahil mampu terwujud suatu komunitas yang tangguh apabila hanya mengandalkan satu sektor sebagai penopang. Lebih dari itu, dia menegaskan ketangguhan komunitas (pelaku UMKM, red) baru terwujud dengan campur tangan semua sektor terkait.

“Berbicara ketangguhan terhadap bencana, tidak cukup satu sektor saja, tapi semua sektor mulai dari kesehatan, ekonomi dan sosial. Di sana juga dibutuhkan Pemda melalui OPD terkait,” ulasnya dan berharap masyarakat yang diintervensi dapat mandiri dan berdaya dalam menghadapi bencana.

Menyambung apa yang disampaikan Nasri, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Lombok Timur, Hj. Rasmiah mengaku jika selama ini pihaknya telah melakukan beberapa hal dalam memberdayakan masyarakat dan pelaku UMKM di daerah rawan bencana. Seperti disebut yang telah dilakukan pihaknya di Sembalun.

“Kami sudah lakukan di Sembalun, kemarin ada pelaku UMKM perempuan tangguh. Malahan sekarang mereka sudah mendirikan koperasi yang berbentuk syariah, dan itu kami akan bina terus dan semoga itu menjadi contoh bagi koperasi yang lain,” jelas dia singkat tanpa bisa menyebut detail usaha apa yang dijalankan koperasi itu.

Sementara itu di tempat yang sama, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan pada BPBD Lombok Timur, Mahyudin menguraikan jika paradigma penanggulangan bencana saat ini adalah berbasis komunitas, dari itu katanya mutlak dibentuk desa tangguh bencana.

“Sekarang penanganan bencana itu berbasis komunitas. Sebuah keharusan semua desa menjadi desa tangguh bencana,” sebutnya.

Tapi sesalnya, hal itu tidak bisa dilakukan maksimal karena saat ini pihaknya terkendala anggaran. “Hal itu sulit karena terkendala terbatasnya anggaran,” sesal dia sambil menerangkan jika berdasar Peraturan Kepala BNPB dana yang harus dikucurkan untuk membentuk satu desa bencana sebesar Rp 50 Juta.

Sambung Mahyudin, keterbatasan anggaran itu pada dasarnya prematur terjadi, sebab terangnya secara aturan pembentukan desa tanggap bencana telah jelas. “Secara regulasi saya rasa sangat lengkap. Tinggal political will pemangku kebijakan dalam keberpihakan anggaran,” jelas dia lagi.

Dia juga menyebut, menyikapi itu, pihaknya di BPBD Lombok Timur terus menjalin komunikasi dengan pihak terkait. Salah satunya dari pihak provinsi yang menyanggupi akan membentuk 5 desa tangguh bencana di Gumi Patuh Karya, tapi karena adanya Pandemi Covid-19, kata dia, rencana itu menguap tanpa kabar.

“Tahun ini kami dijanjikan akan dibentuk 5 desa tangguh bencana, tapi karena Covid-19 sampai saat ini belum direalisasi,” tutupnya. (Cr-Pin)