oleh

Para Pustakawan Berbagi Pengalaman dan Inovasi di Bincang Literasi Daring DPK Lotim

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kabupaten Lombok Timur (Lotim) mengadakan Bincang Literasi Daring (BILING#4) dengan topic PSBB: Pustakawan Siap Berkarya dan Berprestasi.

LOMBOK TIMUR, Corongrakyat.co.id- Pemateri pada kegiatan ini antaranya Wiwik Kurniati, A.Md, Pustakawan MTs Negeri 1 Mataram sekaligus Pustakawan Berprestasi Provinsi NTB Tahun 2020, Andrea Ardi Ananda, S.Hum, Pustakawan DPK Lotim sekaligus Pustakawan Berprestasi provinsi NTB Tahun 2015, dan Rotmianto Mohamad, S.Kom Pustakawan DPK Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur sekaligus Kreator E-DDC/E-class serta Pustakawan Berprestasi Nasional 2015.

Kegiatan BILING#4 dipandu oleh Lalu Nasrun, S.IP.,MM selaku Kepala Seksi Layanan dan Otomasi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DPK Lotim, Kamis (24/09/2020).

Pemateri pertama, Wiwik Kurniati menjelaskan tentang bagaimana pandangan masyarakat baik di sekolah maupun instansi saat ini tentang profesi pustakawan.

Menurutnya “tidak bias dipungkiri masih ada orang yang menganggap pustakawan sebagai profesi yang dianggap remeh. Seolah-olah pekerjaannya sekedar menjaga buku dan terkenal galak kepada pengunjung. Namun pola pandang ini harus disingkirkan dengan mengubah sikap dan meningkatkan profesionalisme dari diri pustakawan itu sendiri,” terangnya.

Lanjutnya, “Pustakawan harus mampu mengembangkan diri, berinovasi dan meningkatkan pelayanan. Pustakawan itu harus mampu menjadi seperti wartawan, mampu mensosialisasikan pentingnya keberadaan perpustakaan, dan mengajak orang mencintai perpustakaan. Atau seorang entertainer yang mampu membuat even-even di dalam sebuah perpustakaan sehingga bisa menarik banyak pengunjung ke dalam perpustakaan,” imbuhnya.

Lebih jauh Wiwik menjelaskan terperinci peran penting pustakawan dalam menjalankan profesinya.

“Pustakawan juga harus bisa menjadi seorang penulis handal sehingga mampu memberi gambaran mengenai pentingnya profesi ini dengan tulisan yang mudah dicerna dan dimengerti semua orang. Pustakawan harus selalu menjadi siswa yang terus dan terus belajar untuk meningkatkan kompetensinya baik dalam pendidikan formal maupun dalam seminar dan kursus mengenai perpustakaan,” tuturnya.

Bahkan menurutnya, seorang pustakawan harus lebih pintar dari siswa, mahasiswa, dosen bahkan ilmuwan. Jika tidak, mana mungkin dia bisa memberikan informasi terkait literatur mana yang dibutuhkan oleh pengunjung (pemustaka). Pustakawan juga harus bisa seperti guru yang selalu memberikan bimbingan membaca kepada pengunjung perpustakaan.

Pemateri kedua, Andrea Ardi Ananda memberikan materi tentang pengalaman pustakawan dan inklusi digital. Andre menyampaikan bagaimana pandemi saat ini menjadi momentum perpustakaan khususnya pustakawan dalam mendistribusikan informasi pengetahuan.

“Pustakawan tidak hanya berkutat dengan buku saja namun lebih menjadi fasilitator yang menjembatani proses knowledge sharing atau berbagi pengetahuan dari para experts atau ahlinya kepada pemustaka,” terangnya.

Saat ini pustakawan DPK Lotim sudah berinisiatif memanfaatkan platform media social dan TIK sebagai solusi layanan perpustakaan di masa pandemi.

“Ada 3 model yang saat ini sudah diuji coba yaitu ODOB (One Day One Book) yaitu Pustakawan mengulas buku yang menarik bagi pemustaka kemudian dishare melalui media social seperti WhatssApp dan Facebook. Kemudian PINTAR BUNG yaitu Pinjam dan Antar Buku berbasis Daring. Pemustaka yang tertarik dengan buku yang diulas tadi bias dipinjam dengan cara memesan melalui WhatsApp pustakawan dan langsung diantarkan ke lokasi peminjam secara gratis. Layanan ini bersifar terbatas yakni khusus bagi pemustaka yang berdomisili di seputaran kota Selong. Terakhir ada BILING yaitu Bincang Literasi Daring,” terangnya.

Di mana pustakawan memfasilitasi kegiatan berbagi pengetahuan terkait literasi kepada masyarakat melalui aplikasi video conference di mana setiap serinya mengangkat topik-topik yang berbeda.

“Dari 3 model ini memunculkan respon yang baik dari pemustaka yang menilai perpustakaan mampu berinovasi meski di tengah pandemi,” tegas Andrea.

Pemateri ketiga, Rotmianto Mohamad menyampaikan materi tentang Literasi DDC. Di mana aplikasi ini digunakan sebagai sarana penentuan notasi klasifikasi buku berdasarkan aturan Dewey Decimal Classification (DDC).

Rotmianto mengibaratkan jika buku adalah jendela dunia maka perpustakaan adalah istananya dan DDC adalah peta agar kita tidak tersesat menjelajahinya.

“Dulu aplikasi ini bernama E-DDC dan sekarang telah berkembang menjadi E-Class dengan mottonya everyone can classify,” terangnya.

Aplikasi bebas berbayar (freeware) untuk membantu pustakawan dan atau pegiat perpustakaan dari lintas disiplin ilmu dalam menentukan nomor klasifikasi serta memudahkan dalam memahami teori-teori dalam DDC.

“e-Class sangat sesuai digunakan bersama-sama dengan berbagai sistem otomasi SLiMS, Inlis Lite, Athaneaum Light, Jibas Pustaka, dan lain-lain. e-Class juga dapat digunakan oleh perpustakaan yang belum terotomasi. E-Class ini juga bisa digunakan di android sehingga memudahkan siapa saja. Jika ingin mempelajari lebih lanjut bisa melihat tutorial penggunaan e-class di youtubedan facebook grup e-DDC,” ujarnya. (Cr-Pin)