oleh

Kadis Perikanan dan Kelautan Lotim Bantah Lakukan Monopoli KJA Lobster

Dinas Kelautan dan Perikanan Lombok Timur (Lotim) bantah adanya isu yang menyatakan jika Dinas Kelautan dan Perikanan Lotim lakukan monopoli dalam distribusi bantuan Kerangka Jaring Apung (KJA) di wilayah selatan.

LOMBOK TIMUR, Corongrakyat.co.id- Adanya anggapan jika Dinas Kelautan dan Perikanan Lotim lakukan praktek monopoli bantuan KJA yang digelontorkan oleh pemerintah pusat dibantah oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Lotim, Ir. Hariadi Surenggana.

“Ada anggapan kita melakukan monopoli, mengurangi data penerima karena banyak nelayan yang tidak dapat, padahal itu semua tidak benar, dan kita sudah mengusulkan semua nelayan kita terutama yang membudidaya dan menangkap lobster,” katanya, Rabu (25/11/2020).

Hariady menjelaskan, kekisruhan ini berawal sejak adanya jumlah kelompok yang diajukan, namun banyak yang tidak dapat. Di mana pada saat itu, yang diusulkan pihaknya untuk mendapatkan bantuan KJA sebanyak 115 kelompok. Namun hanya 73 kelompok yang diberikan bantuan oleh pemerintah pusat.

“Kemungkinan alasannya berkurang karena keterbatasan dana, atau seperti apa saya tidak tau, karena itu pusat yang melakukan verifikasi,” ujarnya.

Setelah melakukan koordinasi, alasan kenapa bantuan KJA ini berkurang, karena di beberapa lokasi yang diusulkan guna dijadikan sebagai tempat budidaya lobster ternyata tidak masuk dalam kawasan zonasi wilayah perikanan pesisir dan pulau-pulau kecil. Dalam zonasi ini sudah dibagi mana yang menjadi lokasi budidaya, dan mana yang menjadi lokasi perikanan tangkap.

“Setelah itu keluar, ternyata di depan wilayah Batu Nampar Selatan ini masuk dalam zonasi perikanan tangkap, bukan masuk dalam lokasi budidaya,” ucapnya.

Berbicara lokasi ini katanya, Tanjung Luar masuk zonas pelabuhan hasil perikanan tangkap. Desa Maringkik juga merupakan zonasi tangkap, termasuk Desa Ketapang Raya merupakan zonasi tangkap.

”Yang masuk lokasi budidaya ini ada sebagian di Batu Nampar Selatan, Desa Ekas. Batu Nampar Induk, ada di wilayah Wakan, dan ada di wilayah Dusun Ujung Desa Pemongkong,” paparnya.

Zonasi tersebut katanya bukan dibuat oleh Dinas Kelauatan dan Perikanan Lotim, tapi zonasi itu dibuat oleh pemerintah provinsi yang kemudian sudah diundangkan. Dari itu, pihaknya meminta untuk dilakukan revisi, tetapi zonasi tersebut baru diundangkan pada tahun 2017.

“ Syarat ini bisa direvisi harus menunggu lima tahun, artinya, kita harus menunggu sampai tahun 2022,” jelasnya.

Hariadi juga menjelaskan, kenapa pihaknya disebut melakukan monopoli, karena ada disebut satu keluarga yang dapat. Padahal katanya, orang-orang tersebut memiliki Kartu Keluarga yang berbeda karena sudah menikah dan memiliki keluarga lain.

“Memang awalnya itu adalah satu keluarga, tetapi sekarang sudah pisah KK, jadi itu berhak menerima,”ujarnya.

Selain itu, ada juga ASN yang mendapat KJA. Tapi setelah dirinya mengetahui ada ASN yang menerima bantuan, pihaknya langsung meminta untuk diganti dengan masyarakat yang lebih layak menerima bantuan, jadi saya tidak mungkin melakukan monopoli,” tegasnya. (Cr-Pin)